Selasa, 24 Februari 2015

Makalah belajar Tuntas



MAKALAH
BELAJAR TUNTAS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Belajar
Dosen Pengampu: Rifa Hidayah,


Oleh:
Zul Ahmad Eka Ardian  (1241012
Mudrikah Al-Adawiyah (124101
Farichatun Ni’mah    (12410128)

FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi. Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja. Mendasarkan hasil pelajaran pada kurva normal berarti bahwa hanay sebagian kecil saja dari anak-anak yang kita harapkan dapat memahami pelajaran kita sepenuhnaya. Sebagain besar sesungguhnya tidak menguasainya.
Bila diinginkan hasil belajar pada seluruh siswa tanpa terkecuali, maka harus diterapkan konsep belajar tuntas (Mastery Learning). Dengan konsep ini, bahan pengajaran diharapkan dapat diserap secara menyeluruh atau tuntas oleh seluruh siswa. Konsep tentang belajar tuntas pada dasarnya merupakan landasan bagi strategi belajar mengajar dengan pendekatan individual.
Belajar tuntas merupaka sebuah kerangka berpikir dalam merencanakan rangkaian pembelajaran yang dirumuskan oleh John B. Carrol (1971) dan Benjamin Bloom (1971). Belajar tuntas yang diberikan dengan cara menarik dan lengkap akan memungkinkan siswa mencapai tingkat penguasaan yang memuaskan dalam pelajaran di sekolah. Karya mutahir telah mempertajam ide dan teknologi pembelajaran kontemporer dimana belajar tuntas dapat dilaksanakan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar belajar tuntas ?
2.      Bagaimana asumsi dasar belajar tuntas menurut John B. Carrol ?
3.      Apa saja indikator pelaksanaan belajar tuntas ?
4.      Bagaimana ciri-ciri atau karakteristik belajar-mengajar dengan prinsip belajar tuntas ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar belajar tuntas ?
2.      Untuk mengetahui bagaimana asumsi dasar belajar tuntas menurut John B. Carrol ?
3.      Untuk mengetahui apa saja indikator pelaksanaan belajar tuntas ?
4.      Untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri atau karakteristik belajar-mengajar dengan prinsip belajar tuntas ?















BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Belajar Tuntas
Depdiknas (2008) menjelaskan bahwa pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mensyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasra mata pelajaran tertentu. Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh warga sekolah.

2.      Konsep Dasar Belajar Tuntas
Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik belum optimal (Mulyono, 2011:56). Tujuan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau dasar kompetensi. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelajaran tuntas adalah:
1)      Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan hierarkis (peringkat).
2)      Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback.
3)      Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan.
4)      Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley, 2003 dalam Mulyono).

Landasan konsep dan teori belajar tuntas ( Mastery Learning Theory ) adalah pandangan tentang kemampuan siswa yang dikemukakan oleh John B. Carroll pada tahun 1963 berdasarkan penemuannya yaitu “Model of School Learning” yang kemudian dirubah oleh Benyamin S. Bloom menjadi model belajar yang lebih operasional. Selanjutnya oleh James H. Block model tersebut lebih disempurnakan lagi.
Sedangkan menurut Carroll bakat atau pembawaan bukanlah kecerdasan alamiah, melainkan jumlah waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai suatu materi pelajaran tertentu. Benyamin melaksanakan konsep belajar tuntas itu ke dalam kelas melalui proses belajar mengajar pelaksanaaannya sebagai berikut:
·      Bagi satuan pelajaran disediakan waktu belajar yang tetap dan pasti.
·      Tingkat penguasaan materi dirumuskan sebagai tingkat penguasaan tujuan pendidikan yang essensial.
Untuk lebih menggalakkan konsep belajar tuntas James H. Block mencoba mengurangi waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu materi pelajaran di dalam waktu yang tersedia, yaitu dengan cara meningkatkan semaksimal mungkin kualitas pengajaran.
Jadi pelaksanaan oleh James H Block mengandung arti bahwa:
·      Waktu yang sebenarnya digunakan diusakan diperpanjang semaksimal mungkin.
·      Waktu ytang tersedia diperpendek sampai semaksimal mungkin dengan cara memberikan pelayanan yang optimal dan tepat.

3.      Asumsi Dasar Belajar Tuntas
Menurut Carrol (dalam Ramayulis 2005:193) pada dasarnya bakat bukan merupakan indeks kemampuan seseorang, melainkan sebagai ukuran kecepatan belajar (measures of learning rate). Artinya seorang yang memiliki bakat tinggi memerlukan waktu relatif sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki bakat rendah. Dengan demikian peserta didik dapat mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan, bila kualitas pembelajaran dan kesempatan waktu belajar dibuat tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas maka model belajar dilandasi oleh dua asumsi yaitu:
·         Bahwa adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat). Hal ini dilandasi teori tentang bakat yang dikemukakan oleh Carrol yang menyatakan bahwa apabila para peserta didik didistibusikan secara normal dengan memperhatikan kemampuannya secara potensial untuk beberapa bidang pengajaran, kemudian mereka diberi pengajaran yang sama dan hasil belajarnya diukur, ternyata akan menunujukkan distribusi normal. Hal ini berarti bahwa peserta didik yang berbakat cenderung untuk memperoleh nilai tinggi (Ramayulis, 1990:194).
·         Apabila dilaksanakan secara sistematis, maka semua peserta didik akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya.
4.      Indikator pelaksanaan pembelajaran tuntas.
Adapun beberapa indikator pelaksanaan pembelajran tuntas, yakni:
a.       Metode pembelajaran
Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Adapun langkah-langkahnya adalah: mengidentifikasi prasyarat (prerequisite), membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi, dan mengukur pencapaian kompetensi peserta didik. Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok. Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)
b.      Peran guru
Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi atau objek belajar.
Peran guru haruslah intensif dalam hal-hal berikut: Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya, Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD, Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi, Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik, Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif), Menggunakan teknik diagnostik dan Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan.
c.       Peran peserta didik
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.
d.      Evaluasi.
Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar. Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen atau soal.
Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.
Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut:
·           Pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test)
·           Peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan.
·           Pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu:
·           Mengidentifikasi pra-kondisi
·           Mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar
·           Implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi: (1) Corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya dan (2) Memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
5.      Ciri-ciri belajar/mengajar dengan prinsip Belajar Tuntas.
Pada dasarnya ada enam macam ciri pokok pada belajar/ mengajar dengan prinsip belajar tuntas, yaitu :
1.         Berdasarkan atas tujuan instruksional yang hendak dicapai yang sudah ditentukan lebih dahulu
2.         Memperhatikan perbedaan individu siswa (asal perbedaan) terutama dalam kemampuan dan kecepatan belajarnya
3.         Menggunakan prinsip belajar siswa aktif
4.         Menggunakan satuan pelajaran yang kecil
5.         Menggunakan system evaluasi yang kontinyu dan berdasarkan atas kriteria, agar guru maupun siswa dapat segera memperoleh balikan
6.         Menggunakan program pengayaan dan program perbaikan.

6.      Variabel-variabel Belajar Tuntas
1.         Bakat siswa (aptitude) : Hasil penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil pelajaran
2.         Ketekunan belajar (perseverance) : Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul dalam diri siswa untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan efisien serta pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional.
3.         Kualitas pembelajaran (quality of instruction) : Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belkajar belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan siap menerima pelajaran.Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsure-unsur tugas belajar
4.         Kesempatan waktu yang tersedia (time allowed for learning) : Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atu pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan.
7.      Faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh
Sejumlah tokoh pendidikan yakin bahwa sebagian terbesar bahkan hampir semua murid sanggup menguasi bahan pelajaran tertentu sepenuhnya dengan syarat-syarat tertentu. Berikut hal-hal yang mempengaruhi prestasi belajar sehingga tercapai penguasaan penuh.
1.      Bakat
Timbul anggapan bahwa antara bakat dan prestasi terdapat hubungan kausal. Bakat tinggi menyebabkan prestasi tinggi, begitu juga sebaliknya. Akan tetapi tidak ada bukti bahwa apa yang dianggap bakat itu bersifat tetap. Masih ada kemungkinana bahwa bakat itu mengalamai perubahan atas pengaruh lingkungan. Yang diharapkan ialah memperbaiki kondisi belajar sehingga dapat dikurangi waktu belajar untuk mencapai penguasaan penuh atas bahan pelajaran tertentu.
2.      Kesanggupan untuk memahami pengajaran
Kalau murid tidak dapat memahami apa yang dikatakan atau disampaikan oleh guru, atau bila guru tidak dapat berkomunikasi dengan murid, maka besar kemungkinan murid tidak dapat menguasai mata pelajaran yang diajarkan oleh guru itu. Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi banyak bergantung pada kemampuan untuk memahami ucapan guru.
3.      Ketekunan
Ketekunan itu nyata dari jumlah waktu yang diberikan oleh murid untuk belajar mempelajari sesuatu memerlukan jumlah waktu tertentu. Ketekunan belajar ini tampaknya bertalian dengan sikap dan minat terhadap pelajaran.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Belajar tuntas adalah suatu strategi pengajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan yang terdapat pada strategi belajar mengajar lainnya.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus melakukan perencanaan terlebih dahulu agar guru tersebut mampu mengajar peserta didiknya dengan baik. Pembelajaran tuntas merupakan strategi belajar yang baik digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena dengan belajar tuntas, siswa dituntut untuk benar-benar menguasai materi yang dipelajari, dengan begitu maka siswa yang belum menguasai materi akan terus mengulang kembali materi yang telah dipelajarinya sampai dia benar-benar menguasainya, meskipun tidak 100% siswa tersebut memahaminya.
Dalam strategi ini menuntut siswa untuk aktif  dalam kegiatan pembelajaran, selain itu penilaian dalam pembelajaran tuntas ini mengandung unsur objektifitas yang tinggi.

Saran
Dalam menggunakan strategi belajar tuntas ini guru harus terlebih dahulu tau dan memahami sebenarnya seperti apa strategi belajar tuntas itu agar dalam pelaksanaannya tidak mengalami kesulitan. Strategi belajar tuntas harus disusun secara sistematis agar semua peserta didik dapat memperoleh hasil yang maksimal.  Dalam pembelajaran tuntas ini guru harus sabar apabila ada anak didiknya yang masih belum dapat menuasai materi yang dipelajarinya dan guru harus terus mengulangnya serta meminta bantuan kepada temannya untuk membantu anak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anni, Catharina, Tri, dkk. 2004. Psikologi Belajar. Semarang. UPT UNNES Press.
Joyce, B. dan Well, M. 1986. Models of Teaching. Englewood, N.J, Prentice-Hall.
Sugandi, Achmad. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang. UPT UNNES Press.
Suryo Subroto. 1996. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Mulyono. 2011. Strategi Pembelajaran. Malang. UIN-Maliki Press
Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas   (Mastery Learning) Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah
Nasution, 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta
http://dodihermawan.blogspot.com/ diakses pada tanggal 20 Februari 2015 pukul 19:20